Aku Disetubuhi oleh 3 Orang Temanku Sendiri Dalam 1 Malam



Cerita Seks – ini terjadi kurang lebih 3 tahun yang lalu (tepatnya tanggal 31 Desember 2013). Saat itu kelompok kami (4 lelaki dan 2 perempuan) melakukan pendakian gunung. Rencananya kami akan merayakan pergantian tahun baru di sana. Sampai di tempat yang kami tuju hari telah sore, kami segera mendirikan tenda di tempat yang strategis.
Setelah semuanya selesai, kami sepakat bahwa tiga orang lelaki harus mencari kayu bakar, sisanya tetap tinggal di perkemahan. Aku, Robin, dan Doni memilih mencari kayu bakar, sedangkan Fadli, Lia dan Wina tetap tinggal di tenda. Baru beberapa langkah kami beranjak pergi, tiba-tiba Wina memanggil kami, katanya dia ingin ikut kelompok kami saja (alasannya masuk akal, dia tidak enak hati sebab Fadli adalah pacar Lia, dan Wina tidak ingin kehadirannya di tenda mengganggu acara mereka). Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Robby, Doni, aku dan Wina)segera melanjutkan perjalanan.

Ada beberapa hal yang perlu aku ceritakan kepada pembaca tentang dua orang teman wanita kami. Lia sifatnya sangat lembut, dewasa, pendiam dan keibuan. Sifat ini bertolak belakang dengan Wina. Mungkin karena dia anak bungsu dan ketiga kakaknya semua lelaki, jadi Wina sangat manja, tapi terkadang tomboy. Tapi di balik semua itu, kami semua mengakui bahwa Wina sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Lia.

Tidak berapa lama, sampailah kami pada tempat yang dituju, lalu kami mulai mengumpulkan ranting-ranting kering. Sambil mengumpulkan ranting, kami membicarakan apa yang sedang dilakukan Fadli dan Lia di dalam tenda. Tentu saja pembicaraan kami menjurus kepada hal-hal porno. Setelah cukup apa yang kami cari, Robin mengusulkan singgah mandi dulu ke sungai yang tidak berapa jauh dari tempat kami berada. Wina boleh ikut, tapi harus menunggu di atas tebing sungai sementara kami bertiga mandi. Wina setuju saja. Singkat kata, sampailah kami pada sungai yang dituju. Aku, Robin dan Doni turun ke sungai, lalu mandi di situ. Wina kami suruh duduk di atas tebing dan jangan sekali-kali mengintip kami.

Ketika sedang asyik-asyiknya kami berkubang di air, tiba-tiba kami mendengar Wina menjerit karena terjatuh dari atas tebing. Tubuhnya menggelinding sampai akhirnya ia tercebur ke dalam air. Cepat-cepat kami berlari mencoba menyelamatkan Wina (kami mandi hanya menanggalkan baju dan celana panjang, sedangkan celana dalam tetap kami pakai). Robin yang pandai berenang segera menjemput Wina, lalu menariknya dari air menuju tepi sungai. Aku dan Doni menunggu di atas. Sampai di tepi sungai, tubuh Wina basah kuyup. Sepintas kulihat lengan Robin menyentuh buah dada Wina. Karena Wina memakai T-Shirt basah, aku dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk tubuh Wina yang sangat menggairahkan.

Wina merintih memegangi lutut kanannya. Aku dan Doni terpaku tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tapi Robin yang pernah ikut kegiatan penyelamatan dengan sigap membuka ikat pinggang Wina lalu mencopot celana jeans Wina sampai lutut. Wina berteriak sambil mempertahankan celananya agar tidak melorot. Sungguh, saat itu aku tidak tahu apa sebenarnya yang hendak Robin lakukan terhadap Wina. Segalanya berjalan begitu cepat dan aku tidak menyimpan tuduhan negatif terhadap Robin. Aku hanya menduga, Robin hendak memeriksa luka Wina. Tapi dengan melorotnya jeans Wina sampai ke lutut, kami dapat melihat dengan jelas celana dalam Wina yang berwarna off-white (putih kecoklatan) dan berenda. Kontan penisku bangun.

Robin memerintahkan aku dan Doni memegangi kedua tangan Wina. Seperti dihipnotis, kami menurut saja. Wina semakin meronta sambil menghardik, “Rob, apa-apaan sih.., Lepas.., lepas! Atau saya teriak”.

Doni secepat kilat membungkam mulut Wina dengan kedua telapak tangannya. Robin setelah berhasil mencopot celana jeans Wina, sekarang mencoba mencopot celana dalam Wina. Sampai detik ini, akhirnya aku tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku tidak berani melarang Robin dan Doni, karena selain aku sudah merasa terlibat, aku juga sangat terangsang saat melihat kemaluan Wina yang lebat ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting.

Wina semakin meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tanganku dan bungkaman Doni membuat usahanya sia-sia belaka. Robin segera berlutut di antara kedua belah paha Wina. Tangan kirinya menekan perut Wina, tangan kanannya membimbing penisnya menuju kemaluan Wina. Wina semakin meronta, membuat Robin kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang vaginanya. Doni mengambil inisiatif. Dia lalu duduk mengangkangi tepat di atas dada Wina sambil tangannya terus membungkam mulut Wina. Tiba-tiba Wina berteriak keras sekali. Rupanya Robin berhasil merobek selaput dara Wina dengan penisnya. Secara cepat Robin menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Untuk beberapa menit lamanya Wina meronta, sampai akhirnya dia diam pasrah. Yang dia lakukan hanya menangis terisak-isak.

Doni melepaskan telapak tangannya dari mulut Wina karena dia merasa Wina tidak akan berteriak lagi. Lalu dia mencoba menarik T-Shirt Wina ke atas. Di luar dugaan, Wina kali ini tidak mengadakan perlawanan, hingga Doni dan aku dapat melepaskan T-Shirt dan BH-nya. Luar biasa, tubuh Wina dalam keadaan telanjang bulat sangat membangkitkan birahi. Tubuhnya mulus, dan buah dadanya sangat montok. Mungkin ukurannya 36B.

Doni segera menjilati puting susu Wina, sementara aku melihat Robin semakin kesetanan mengoyak-ngoyak vagina Wina yang beberapa saat yang lalu masih perawan. Aku sangat terangsang, lalu aku mulai memaksa mencium bibir Wina. Ugh, nikmat sekali bibirnya yang dingin dan lembut itu. Aku melumat bibirnya dengan sangat bernafsu. Aku tidak tahu apa yang sedang Wina rasakan. Aku hanya melihat, matanya polos menerawang jauh langit di atas sana yang menguning pertanda malam akan segera tiba. Tangisnya sudah agak mereda, tapi aku masih dapat mendengar isak tangisnya yang tidak sekeras tadi. Mungkin dia sudah sangat putus asa, shock, atau mungkin juga menikmati perlakuan kasar kami.

Tiba-tiba aku mendengar Robin menjerit tertahan. Tubuhnya mengejang. Dia menyemprotkan sperma banyak sekali ke dalam vagina Wina. Setengah menit kemudian Robin beranjak pergi dari tubuh Wina lalu tergeletak kelelahan di samping kami. Doni menyuruhku mengambil giliran kedua. Aku bangkit menuju Vagina Wina. Sepintas aku melihat sperma Robin mengalir ke luar dari mulut vagina Wina. Warnanya putih kemerahan. Rupanya bercak-bercak merah itu berasal dari darah selaput dara Wina yang robek. Tanpa kesulitan aku berhasil memasukkan penis ke dalam vaginanya. Rasanya nikmat sekali. Licin dan hangat bercampur menjadi satu. Dengan cepat aku mengocok-ngocok penisku maju mundur. Aku mendekap tubuh Wina. Payudaranya beradu dengan dadaku. Dengan ganas aku melumat bibir Wina. Doni dan Robin menyaksikan atraksiku dari jarak dua meter. Beberapa menit kemudian aku merasakan penisku sangat tegang dan berdenyut-denyut. Aku sudah mencoba menahan agar ejakulasi dapat diperlama, tapi sia-sia. Spermaku keluar banyak sekali di dalam vagina Wina. Aku peluk erat Tubuh Wina sampai dia tidak dapat bernafas.

Setelah puas, aku berikan giliran berikutnya kepada Doni. Aku lalu duduk di samping Robin memandangi Doni yang dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Wina. Karena lelah, kurebahkan tubuhku telentang sambil memandangi langit yang semakin menggelap.

Beberapa menit kemudian Doni ejakulasi di dalam vagina. Setelah Doni puas, ternyata Robin bangkit kembali nafsunya. Dia menghampiri Wina. Tapi kali ini dia malah membalikkan tubuh Wina hingga tengkurap. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Ternyata Robin hendak melakukan anal seks. Wina menjerit saat anusnya ditembus penis Robin. Mendengar itu Robin malah semakin kesetanan. Dia menjambak rambut Wina ke belakang hingga muka Wina menengadah ke atas. Dengan sigap Doni menghampiri tubuh Wina. Aku melihat Doni dengan sangat kasar meremas-remas buah dada Wina. Wina mengiba, “Aduhh.., sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob”. Tapi Robin dan Doni tidak menghiraukannya.

“Oh, sempit sekali”, teriak Robin mengomentari lubang dubur Wina yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Robin menarik penisnya aku lihat dubur Wina monyong. Sebaliknya saat Robin menusukkan penisnya, dubur Wina menjadi kempot. Tidak lama, Robin mengalami ejakulasi yang kedua kalinya. Setelah puas, sekarang giliran Doni menyodomi Wina. Melihat itu aku jadi kasihan juga terhadap Wina. Di matanya aku melihat beban penderitaan yang amat berat, tapi sekaligus aku juga melihat sisa-sisa ketegarannya menghadapi perlakuan ini.

Setelah Doni puas, Robin dan Doni menyuruhku menikmati tubuh Wina. Tapi tiba-tiba timbul rasa kasihan dalam hatiku. Aku katakan bahwa aku sudah sangat lelah dan hari sudah menjelang gelap. Kami sepakat kembali ke perkemahan. Robin dan Doni segera berpakaian lalu beranjak meninggalkan kami sambil menenteng kayu bakar. Wina dengan tertatih-tatih mengambil celana dalam, jeans, lalu mengenakannya. Aku tanyakan apakah Wina mau mandi dulu, dan dia hanya menggeleng. Dalam keremangan senja aku masih dapat melihat matanya yang indah berkaca-kaca. Kuambil T-Shirtnya. Karena basah, aku mengepak-ngepakkan agar lebih kering, lalu aku berikan T-Shirt itu bersama-sama dengan BH-nya. Robin dan Doni menunggu kami di atas tebing sungai. Setelah Wina dan aku lengkap berpakaian, kami beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Robin dan Doni berjalan tujuh meter di depanku dan Wina.

Di perkemahan, Fadli dan Lia menunggu kami dengan cemas. Lalu kami mengarang cerita agar peristiwa itu tidak menyebar. Untunglah Fadli dan Lia percaya, dan Wina hanya diam saja.

Tepat tengah malam di saat orang lain merayakan pergantian tahun baru, kami melewatinya dengan hambar. Tidak banyak keceriaan kala itu. Kami lebih banyak diam, walau Fadli berusaha mencairkan keheningan malam dengan gitarnya.

Esoknya, pagi-pagi sekali Wina minta segera pulang. Kami maklum lalu segera membongkar tenda. Untunglah sesampainya di kota kami, Wina merahasiakan peristiwa ini. Tapi tiga bulan berikutnya Wina menghubungiku dan dia dengan memohon meminta aku bertanggung jawab atas kehamilannya. Aku sempat kaget karena belum tentu anak yang dikandungnya itu adalah anakku. Tapi raut wajahnya yang sangat mengiba, membuatku kasihan lalu menyanggupi menikahinya.

Satu bulan berikutnya kami resmi menikah. Wina minta agar aku memboyongnya meninggalkan kota ini dan mencari pekerjaan di kota lain. Sekarang “anak kami” sudah dapat berjalan. Lucu sekali. Matanya indah seperti mata ibunya. Kadang terpikir untuk mengetahui anak siapa sebenarnya “anak kami” ini. Tapi kemudian aku menguburnya dalam-dalam. Aku khawatir kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur bila ternyata kenyataan pahitlah yang kami dapati.

Akhir Desember 2014 kami menikmati pergantian tahun baru di rumah saja. Peristiwa ini kembali menguak kenangan buruknya. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluk dan membelai rambutnya. Beberapa menit kemudian, dalam dekapanku dia mengaku bahwa sebelum peristiwa itu terjadi, sebenarnya dia sudah jatuh cinta padaku. Dia ikut mencari kayu bakar karena dia ingin bisa dekat denganku.
Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal. Pengakuannya ini membuat hatiku pedih tak terkira.



Previous
Next Post »
Thanks for your comment